Bahasa Betawi Kasar
Bugger off - Pergi sana
Kata ini digunakan untuk menyuruh seseorang pergi atau meninggalkan kita sendiri. Ini sering digunakan dalam situasi di mana seseorang merasa kesal atau marah terhadap orang lain.
"I wish he would just bugger off and leave us alone."
"Why don't you bugger off and mind your own business?"
Bollocks - Sialan
Kata ini digunakan untuk mengekspresikan ketidaksetujuan, kekecewaan, atau kemarahan. Ini sering digunakan sebagai kata umpatan dalam situasi yang menekan atau frustasi.
"I can't believe you failed the test, what a load of bollocks."
"He's talking absolute bollocks, don't listen to him."
Penyebutan Angka 1-100 dalam Bahasa Jawa Halus dan Kasar
Piss off - Pergi sana
Kata ini digunakan untuk menyuruh seseorang pergi atau meninggalkan kita sendiri. Ini sering digunakan dalam situasi di mana seseorang merasa kesal atau marah terhadap orang lain.
"I told him to piss off and leave me alone."
"Piss off, I don't want to talk to you right now."
Periode sebelum masehi
Sejarah penduduk asli Jakarta (dahulu bernama Sunda Kalapa) diawali pada masa zaman batu yang menurut sejarawan Sagiman MD sudah ada sejak zaman neolitikum. Arkeolog Uka Tjandarasasmita dalam monografinya "Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran" (1977) secara arkeologis telah memberikan bukti-bukti yang kuat dan ilmiah tentang sejarah penghuni Jakarta dan sekitarnya dari masa sebelum Tarumanagara pada abad ke-5. Dikemukakan bahwa paling tidak sejak zaman neolitikum atau batu baru (3.500–3.000 tahun yang lalu) daerah Jakarta dan sekitarnya di mana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Bekasi, dan Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami oleh masyarakat manusia yang menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta. Dari alat-alat yang ditemukan di situs-situs itu, seperti kapak, beliung, pahat, pacul yang sudah halus dan memakai gagang dari kayu, disimpulkan bahwa masyarakat manusia itu sudah mengenal pertanian (mungkin semacam perladangan) dan peternakan. Bahkan juga mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang teratur.[15]
Sementara Yahya Andi Saputra, seorang alumni Fakultas Sejarah Universitas Indonesia, berpendapat bahwa penduduk asli Jakarta adalah penduduk Nusa Jawa. Menurutnya, dahulu kala penduduk di Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya, bahasa, kesenian, dan adat kepercayaan mereka sama. Ia menyebutkan berbagai sebab yang kemudian menjadikan mereka sebagai suku bangsa sendiri-sendiri.
Dahulu, penduduk asli Jakarta berbahasa Sunda Kuno. Jadi, penduduk asli Jakarta telah berdiam di Jakarta dan sekitarnya sejak zaman dahulu dan bersuku Sunda.[16]
Bahasa Betawi termasuk salah satu bentuk dialek bahasa Melayu. Keistimewaannya adalah mudah digunakan untuk berkomunikasi dengan suku-suku bangsa lain yang paham bahasa Indonesia. Bahasa Betawi merupakan hasil pembauran bahasa-bahasa antar suku dan dipengaruhi unsur bahasa asing (Arab, Belanda, Portugis, Inggris, dan Cina). Bahasa Melayu dialek Nusa Kalapa telah dipergunakan di Jakarta paling tidak sejak abad ke-10. Bahasa Melayu dialek Jakarta atau Bahasa Betawi ini terdapat kosakata yang tergolong "Betawi Kawi", yang dipengaruhi oleh bahasa Melayu Polinesia dan bahasa Kawi-Jawi. Bahasa Betawi yang dipergunakan sejak abad ke-10, mendapat pengaruh dari bahasa Portugis mulai abad ke-16. Pada awalnya Bahasa Melayu digunakan oleh orang-orang atau penduduk asli Jakarta dan menjadi dasar bahasa Indonesia. Mudah sekali berbaur dengan bahasa Indonesia karena banyak persamaan antara keduanya, sehingga sering pula disebut bahasa Indonesia dialek Jakarta. Perbedaan utamanya hanya pada ucapan sejumlah kata-kata yang pada kedua bahasa itu belum ada padanannya. Umumnya penduduk Betawi asli mengucapkan bunyi a menjadi e, misalnya Abah =Abe, Ada =Ade, Saja =Saje, dan lainnya, yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, bahasa Cina, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda. Penduduk asli kota Jakarta yang pernah mempunyai nama Sunda Kelapa, Jayakarta, dan Batavia berbahasa Melayu. Di Pelabuhan Sunda Kelapa terjadi pertemuan para pedagang dari dalam (Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Timur dan Malaka) dan luar Nusantara (orang Arab dan Cina datang lebih dulu daripada orang Portugis dan Belanda) dengan penduduk setempat. Pertemuan antarbangsa ini mengakibatkan kontak bahasa. Dalam berkomunikasi dagang digunakan Bahasa Melayu sebagai lingua franca. Bahasa Betawi ini merupakan salah satu dialek areal dari bahasa melayu, yang berkembang sejak awal-awal abad masehi di kawasan antara sungai Cisadane disebelah barat sampai sungai Citarum di sebelah timur; dari pantai Teluk Jakarta disebelah utara sampai dekat kaki gunung salak disebelah selatan. Kosakatanya sebagian besar sama dengan kosakata bahasa melayu umum; lalu diperkaya dengan kosakata dari bahasa Arab, cina, Belanda dan beberapa bahasa daerah lain, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Bali. Selain ada kosakata khas milik bahasa Betawi. Kosakata bahasa asing yang diserap ke dalam Bahasa Melayu berasal dari Bahasa Arab, Cina, Portugis, Belanda, Inggris dan Sanskerta. Penyerapan dari bahasa-bahasa itu turut memberikan ciri kepada Bahasa Melayu yang dituturkan oleh penduduk Jakarta asli sehingga menjadi Bahasa Melayu dialek Betawi . Dialek Betawi memiliki ciri khas fonetis yang membedakannya dengan Bahasa Melayu dialek lainnya. Bahasa Cina, terutama Bahasa Hokkian, merupakan bahasa asing yang turut memperkaya khazanah kosakata Bahasa Melayu Betawi. Bahasa Indonesia Nonformal Bahasa Melayu Betawi banyak digunakan dalam percakapan berbahasa Indonesia pada situasi nonformal. Pada masa pra Sumpah Pemuda bahasa Indonesia yang masih disebut bahasa Melayu menjadi alat komunikasi atau bahasa yang sering dipergunakan di dalam pergaulan sehari-hari antara suku-suku bangsa Indonesia atau antara bangsa Indonesia dan bangsa asing sehingga bahasa Melayu adalah menjadi semacam jembatan yang mengakrabkan pergaulan dan memesrakan hubungan antara suku-suku bangsa dari pelbagai daerah Indonesia. Bahasa Melayu dialek Betawi yang untuk mudahnya biasa disebut bahasa Betawi, merupakan ciri kebudayaan yang paling menonjol dari orang Betawi, digunakan mereka secara turun temurun sebagai bahasa sehari-hari. Berdasarkan penggunaan bahasa oleh masyarakat pendukungnya, wilayah yang dapat dianggap sebagai wilayah budaya Betawi itu meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian besar wilayah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kecamatan Batu Raya di Kabupaten Krawang dan Kabupaten Tangerang. Perkembangan selanjutnya terdapat gaya berbahasa Indonesia dengan campuran bahasa Betawi yang disebut "Prokem betawi". Gaya berbahasa ini tidak hanya diucapkan dalam obrolan santai, melainkan telah masuk dalam media surat menyurat seperti gini atau dong, sih serta kata deh. Bahkan media surat kabar yang terbit di Jakarta pun terpengaruh juga dengan prokem Betawi.
Bahasa Betawi (basé Betawi, basa Betawi; dikenal juga sebagai bahasa Melayu Betawi) adalah bahasa kreol yang dituturkan oleh suku Betawi yang mendiami daerah Jakarta dan sekitarnya.[6][7] Bahasa ini merupakan bahasa Melayu Pasar yang bercampur dengan bahasa asing, seperti; Belanda, Portugis, Arab, Persia, Hokkien, dan juga bahasa pribumi Indonesia seperti Sunda, Jawa, dan Bali; imbas para imigran dan pekerja multietnis yang didatangkan dari berbagai tempat ke Batavia oleh VOC pada abad ke-16 hingga abad ke-18, serta perdagangan dan pertukaran yang terjadi sejak ratusan tahun di bandar besar Sunda Kalapa.[8]
Bahasa ini pun juga turut menjadi dasar atas bahasa gaul (ragam bahasa Indonesia non-baku), yang digunakan oleh orang-orang di Jabodetabek, dan menyebar ke seluruh Indonesia melalui penayangan media yang Jakartasentris. Laras ini memiliki ciri khas, yaitu adanya sebagian kosakata dengan fonem /a/ pada suku akhir tertutup berubah menjadi /ə/ [e pepet], dan akhiran /-in/ untuk mengganti sufiks /-i/, /-kan/ dan /-lah/ pada bahasa Indonesia.[9]
Bahasa Betawi Tengahan adalah sebuah dialek dari Bahasa Betawi yang dituturkan oleh masyarakat Jakarta (terutama masyarakat Betawi) yang cenderung memakai huruf "é" tinggi pada akhir penempatan katanya.[10][11]
Bahasa ini merupakan bahasa mayoritas di DKI Jakarta dan sebagian Kota Tangerang. Umumnya dialek ini berbunyi "è" pada akhir kata. Dialek ini cukup berbeda dengan dialek Betawi Ora dikarenakan bahasanya yang tidak begitu beragam karena penggunaan kosakatanya lebih dekat dengan bahasa Indonesia yang akhiran katanya kerap diganti dengan vokal 'è' dengan beberapa serapan kosakata dari bahasa lain atau bahasa asing lainnya.
Dialek ini dituturkan di pusat kota Jakarta dan sekitarnya, seperti; Tanah Abang, Kebon Jeruk, Palmerah, Kemayoran, Penjaringan, Kramat Jati, Menteng, Jatinegara, Senen, dan daerah lainnya. Dialek ini memiliki ciri khas; umumnya akhiran yang berfonem /a/ pada bahasa Melayu atau bahasa Indonesia] akan berubah menjadi /ɛ/ [è = taling], seperti pada; ada menjadi adè, apa menjadi apè, siapa menjadi siapè, dan sebagainya. Akan tetapi, tidak semuanya berubah menjadi demikian, seperti pada contoh kata; buka, bidara, dan doa.
Betawi Pinggiran atau Betawi Ora merupakan salah satu ragam dialek dari bahasa Betawi. Dialek ini cukup berbeda dengan dialek Betawi Tengahan. Perbedaan dari segi khazanah kekayaan kosakatanya, Betawi Pinggiran lebih kentara dan dekat dalam penyerapan kosakata asingnya (umumnya dari bahasa Sunda, Bahasa Jawa dan bahasa-bahasa lainnya) yang menyebabkan kosakatanya lebih beragam dibanding dialek Betawi Tengahan.[8][10]
Dalam pelafalan kata juga dialek ini berakhiran "a" berbeda dengan Betawi Tengahan yang berakhiran "è".[9][12] Dialek ini dituturkan oleh orang Betawi yang bermukim di Kota Depok, Kota Bekasi, bagian utara Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, timur laut Kabupaten Tangerang, utara Kabupaten Bogor, utara Kabupaten Karawang tepatnya di kecamatan Batujaya dan Pakisjaya, dan juga dituturkan di bagian utara Kota Bogor yakni di wilayah utara kecamatan Tanah Sareal.[13][14]
Bahasa Betawi Tangerang atau Basa Betawi Tangerang adalah sebuah sub-dialek dari bahasa Betawi. Dialek ini termasuk kedalam cabang sub-dialek bahasa Betawi Pinggiran.[15] Kosakata dari bahasa Betawi Tangerang banyak dipengaruhi oleh bahasa Sunda Banten karena letak penuturannya yang bersebelahan.[16] Bahasa Betawi Tangerang umumnya dituturkan oleh orang beretnis Betawi dan Tionghoa Benteng yang sudah tidak lagi menggunakan bahasa Hokkien.[17]
Bahasa Betawi Tangerang dituturkan di daerah berikut;[19]
Bahasa Betawi Parung atau Basa Betawi Parung adalah sebuah subdialek dari Bahasa Betawi. Subdialek ini termasuk kedalam cabang dialek Betawi Pinggiran. Subdialek Betawi Parung memiliki banyak kemiripan kosakata dengan subdialek Betawi Depok karena letaknya yang bersebelahan. Subdialek ini juga sangat terpengaruh oleh bahasa Sunda Bogor dalam kosakata dan cara penuturannya.[20] Bahkan Bahasa Betawi Parung tercacat dalam karya tertulis, "Bukan Jakarta. Tapi Parung, Madam. Orang Parung tidak persis Betawi, tapi seperti campuran antara Betawi dan Sunda, karena memang Parung terletak di tengah-tengah." (Fira Basuki (2004) dalam novel Rojak halaman 44).[21]
Bahasa Betawi Parung dituturkan di wilayah Kabupaten Bogor bagian utara, umumnya di wilayah Parung dan sekitarnya. Di Kecamatan Parung, bahasa Betawi Parung dituturkan oleh mayoritas penduduknya kecuali di beberapa desa yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Ciseeng sebagian kecil masyarakat berbahasa Sunda. Di Kecamatan Ciseeng, bahasa Betawi Parung umumnya hanya dituturkan di wilayah Desa Ciseeng dan Desa Parigi Mekar sedangkan di desa lainnya mayoritas penduduk menuturkan bahasa Sunda. Di Kecamatan Gunungsindur, bahasa Betawi Parung dituturkan dihampir seluruh desa, kecuali di Desa Gunungsindur dan Desa Jampang yang mayoritas penduduknya berbahasa Sunda.[22] Sedangkan di Kecamatan Kemang, Bahasa Betawi Parung umumnya hanya dituturkan dibeberapa desa yang berbatasan dengan Kecamatan Parung sementara desa lainnya mayoritas menuturkan bahasa Sunda.[23]
Betawi Ora umumnya dituturkan di daerah sekitaran Jakarta, seperti Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi (bagian utara dan barat), Kabupaten Bogor (bagian utara; khususnya Parung dan sekitarnya), Kota Bogor (bagian utara), Kabupaten Tangerang (bagian utara dan timur), Kota Tangerang, dan Kota Depok.[9] Tidak seperti Betawi Tengahan yang mengganti akhiran fonem /a/ menjadi /ɛ/ [è], dalam Betawi Ora' tetap menjadi /a/ (kadang dengan pemberhentian glotal), dan sering pula menekan menjadi [ah], seperti pada contoh; saya > sayah, siapa > sapah, mengapa > ngapah dan ada > ada', kata > kata', dan iya > iya'.
Tokoh-tokoh pengguna bahasa Betawi modern:
Acara televisi yang menggunakan bahasa Betawi dalam acaranya ialah;
Buku-buku yang menjadi pastokan "Sastra Betawi" adalah:
%PDF-1.6 %âãÏÓ 27 0 obj <> endobj xref 27 40 0000000016 00000 n 0000001423 00000 n 0000001558 00000 n 0000001638 00000 n 0000001817 00000 n 0000002025 00000 n 0000002542 00000 n 0000003042 00000 n 0000003468 00000 n 0000004052 00000 n 0000004086 00000 n 0000004134 00000 n 0000004181 00000 n 0000004402 00000 n 0000004635 00000 n 0000004709 00000 n 0000004936 00000 n 0000005012 00000 n 0000005623 00000 n 0000005993 00000 n 0000006518 00000 n 0000006986 00000 n 0000007624 00000 n 0000008068 00000 n 0000008697 00000 n 0000009261 00000 n 0000009651 00000 n 0000009889 00000 n 0000010471 00000 n 0000010961 00000 n 0000011516 00000 n 0000014185 00000 n 0000015065 00000 n 0000020347 00000 n 0000021222 00000 n 0000021481 00000 n 0000021782 00000 n 0000021985 00000 n 0000022279 00000 n 0000001096 00000 n trailer <]>> startxref 0 %%EOF 66 0 obj<>stream 7yg¤y°)7BU>²x±=U.ígeÆ:ÑB~Bdyôujqõö¤NT�£- i)`“f“¼Ú¥kÈ-B¨íî\¦¸uË&èR–.tZþ»d…6#P?,æÉûÇÂøTaRöFpò�Œ'Ïhà£ðŽ™P–e‡_;†¼ HC¸¦‘¡£ŠmXr„)ħYÛ'ÐÊ´"KÁØðÍ6‰À¸. áÛ§2áð•Ò_ð€hFDü3’Æ<)m.¿Xô9å]•sæ\¼“´›(éµùÅÙ.š_5Ã7AíÆë>Œÿ„‘=÷ø… endstream endobj 28 0 obj<
Suku Betawi (bahasa Betawi: Orang Betawi) adalah kelompok etnis Austronesia yang merupakan penduduk asli kota Jakarta dan sekitarnya.[4] Kemunculan Betawi pertama kali pada abad ke-17 sebagai suatu komunitas dari berbagai etnis nusantara yang datang dan menetap di Batavia.[5][6]
Suku ini terbentuk melalui proses asimilasi dari berbagai budaya, termasuk Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Ambon, Manado, Makassar, Arab, Tionghoa, India, dan Eropa, sehingga menciptakan identitas budaya yang unik.[7]
Nama "Betawi" berasal dari kata "Batavia" yang lama kelamaan berubah menjadi "Batavi", dari kata "Batawi" lalu kemudian berubah menjadi "Betawi" (disesuaikan dengan lidah masyarakat lokal). Secara historis, suku Betawi merupakan masyarakat multietnik yang membaur dan membentuk sebuah entitas baru. Suku Betawi terlahir karena adanya percampuran genetik atau akulturasi budaya antara masyarakat yang mendiami Batavia. setelah adanya percampuran budaya, adat-istiadat, tradisi, bahasa, dan yang lainnya, akhirnya dibuat sebuah komunitas besar di Batavia. Komunitas ini lama kelamaan melebur menjadi suku dan identitas baru yang dinamakan Betawi.[8] Penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku diawali dengan pendirian sebuah organisasi bernama Pemoeda Kaoem Betawi yang lahir pada tahun 1923.[9]
Sedangkan menurut penuturan sejarawan Betawi Ridwan Saidi, ada beberapa acuan mengenai asal mula kata Betawi:
Ada kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan benar. Menurut Ridwan Saidi pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti Gambir, Krukut, Bintaro, Grogol dan banyak lagi. Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang Makassar di Sulawesi Selatan, melainkan diambil dari jenis rerumputan.[14]
Penulisan kata yang salah
---------. (Penulisan kata disamping tidak dapat digunakan dan atau masuk dalam kategori typo, namun di beberapa daerah mungkin memiliki arti lain.)
Sebagian atau seluruh definisi yang termuat pada halaman ini diambil dari Kamus Besar Bahasa Jawa dan terjemahan langsung oleh konten kreator.
Bahasa Jawa umumnya digunakan oleh masyarakat etnis Jawa. Meski demikian, bahasa Jawa penting dipelajari sebagai wujud konservasi budaya. Tak hanya itu, komunikasi yang terjadi pun lebih santun dan berbudi pekerti luhur sesuai budaya Jawa.
Agar kemampuan berbahasa Jawa di kehidupan sehari-hari semakin lancar, segera pelajari kosakatanya, ya, Detikers. Dikutip dari Kamus Bahasa Jawa-Bahasa Indonesia Kemdikbud, berikut 200 kosakata bahasa Jawa halus (Krama Inggil) dan bahasa Jawa kasar (Ngoko) beserta artinya.